Aqiqah adalah suatu amalan yang diperintahkan kepada seorang muslim atas kelahiran anaknya dihari ke 7. Bila berkemampuan dan bisa dihari ke 14 atau 21 tergantung pada kemampuan dan kelapangan orang tuanya. Bahkan akikah juga bisa dilakukan pada saat anak itu sudah besar / baligh. Jika si ayah memiliki halangan untuk mengadakannya maka si anak bisa menggantikan posisinya yaitu mengaqiqahkan dirinya sendiri, meskipun perkara ini tidak menjadi kesepakatan dari para ulama.
Secara bahasa, aqiqah memiliki arti “memotong” yang berasal dari bahasa arab “al-qath’u”. Terdapat juga definisi lain aqiqah yaitu nama rambut bayi yang baru dilahirkan. Menurut istilah, akikah adalah proses kegiatan menyembelih hewan ternak pada hari ketujuh setelah bayi dilahirkan.
Ini jadi persoalan yang kerap dilontarkan oleh sebagian orang. Gimana bila aqiqah dilakukan dikala anak telah berumur ataupun telanjur besar?
Bagi komentar para ulama, apabila orang tuanya dulu merupakan orang yang tidak sanggup pada dikala waktu dianjurkannya aqiqah, hingga dia tidak memiliki kewajiban apa- apa meski bisa jadi sehabis itu dia telah sanggup buat akikah.
Sebagaimana apabila seorang miskin kala waktu pensyariatan zakat, hingga dia tidak diharuskan menghasilkan zakat walaupun sehabis itu kondisinya serba lumayan. Jadi, apabila kondisi orang tuanya tidak sanggup kala pensyariatan aqiqah, kewajiban aqiqah jadi gugur sebab dia tidak mempunyai keahlian.
Sebaliknya bila orang tuanya sanggup semenjak anak lahir, namun dia menunda aqiqah sampai anaknya berusia, hingga pada dikala itu anaknya senantiasa diaqiqahi meski telah berusia.
Begitu pula hadits mengatakan:
“Bila seseorang anak tidak diakikahi, hingga dia tidak hendak berikan syafaat kepada orang tuanya pada hari kiamat nanti.”
Imam Asy Syafi’ i mempunyai komentar kalau aqiqah senantiasa disarankan meski diakhirkan. Tetapi dianjurkan supaya tidak diakhirkan sampai umur baligh. Bila aqiqah diakhirkan sampai umur baligh, kewajiban orang tua jadi gugur. Hendak namun, kala itu, anak memiliki opsi, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri ataupun tidak.( Shahih Fiqih Sunnah 2/ 383).